Jumat, 12 Februari 2016

Poker Uang Asli - Rasa Dua Gadis Perawan



Poker Uang Asli - Sebelum menginjak ke cerita perbolehkan aku untuk memperkenalkan diri namaku Anjar umurku 23 tahun aku kuliah di kota Kediri, aku ingin berbagi pada pecinta cerit dewasa aku sungguh bersyukur mempunyai wajah ganteng dan keren, tapi agak sedikit frontal diriku sudah tidak lagi perjaka karena di jaman ini perjaka tidak diutamakan hehhe, nah kali ini hilangnya perjakaku ada di dalam cerita berikut.
Aku punya banyak cewek. Diantaranya banyak cewek itu yang paling aku sukai adalah Rere. Tapi dalam kisah ini bukan Rere tokoh utamanya. sebab hilangnya perjakaku nggak ada sangkut pautnya sama Rere. Malah waktu itu aku aku lagi marahan sama doski.
Waktu itu aku nganggap Rere nggak bener-bener sayang sama aku. Aku lagi jutek banget sama dia. Habisnya udah lima bulan pacaran, masak Rere hanya ngasih sun pipi doang. Ceritanya pas aku ngapel ke tempat kostnya, aku ngajakin dia ML. Habis aku pengin banget sih. (keseringan mantengin VCD parto kali yee…). Tapi si Rere menolak mentah-mentah. Malahan aku diceramahin, busyet dah!
Makanya malam minggu itu aku nggak ngapel (ceritanya ngambek). Aku cuman duduk-duduk sambil gitaran di teras kamar kostku. Semua teman kostku pada ngapel atau entah nglayap kemana. “Cerita Sex”
Rumah induk yang kebetulan bersebelahan dengan rumah kost agak sepi. Sebab sejak tadi sore ibu kost dan bapak pergi ke kondangan. Putri tertua mereka, Murni sudah dijemput pacarnya sejam yang lalu. Sedang Maidy, adiknya Murni entah nglayap kemana.
Yang ada tinggal Sasha, si bungsu dan Dea, sepupunya yang kebetulan lagi berkunjung ke rumah oomnya. Terdengar irama lagu India dari dalam rumah induk, pasti mereka lagi asyik menonton Gala Bollywood.
Nggak tahu, entah karena suaraku merdu atau mungkin karena suaraku fals plus berisik, Sasha datang menghampiriku.
“Lagi nggak ngapel nih, Mas Anjar?” sapanya ramah (perlu diketahui kalau Sasha memang orangnya ramah banget)
“Ngapel sama siapa,?” jawabku sambil terus memainkan Sialannya Cokelat.
“Ah… Mas Anjar ini pura-pura lupa sama pacarnya.”
Gadis itu duduk di sampingku (ketika dia duduk sebagian paha mulusnya terlihat sebab Sasha cuman pakai kulot sebatas lutut). Aku cuman tDeaenyum kecut.
“Udah putus aku sama dia.” jawabku kemudian.
Nggak tahu deh, tapi aku menangkap ada yang aneh dari gelagat Sasha. Gadis 14 tahun itu nampaknya senang mendengar aku putus. Tapi dia berusaha menutup-nutupinya.
“Yah, kacian deh… habis putus sama pacar ya?” godanya. “Kayaknya bete banget lagunya.”
Aku menghentikan petikan gitarku.
“Yah, gimana ya… kayaknya aku lebih suka sama Sasha deh ketimbang sama dia.”
Nah lo! Kentara benar perubahan wajahnya. Gadis berkulit langsep agak gelap itu merah mukanya. aku segera berpikir, apa bener ya gosip yang beredar di tempat kost ini kalo si Sasha ada mau sama aku.
“Dea, kok diam aja? Malu yah…”
Sasha melirik ke arahku dengan manja. Tiba-tiba saja batinku ngrasani, gadis yang duduk di sampingku ini manis juga yah. Masih duduk di kelas dua smp tapi kok perawakannya udah kayak anak sma aja.
Tinggi langsing semampai, bodinya bibit-bibit peragawati, payudaranya… waduh kok besar juga ya. Tiba-tiba saja jantungku berdebar memandangi tubuh Sasha yang cuman pakai kaos ketat tanpa lengan itu.
Belahan dadanya sedikit tampak diantara kancing-kancing manisnya. Ih, ereksiku naik waktu melirik pahanya yang makin kelihatan. Kulit paha itu ditumbuhi bulu-bulu halus tapi cukup lebat seukuran cewek.
“Mas, daripada nganggur gimana kalo Mas Anjar bantu aku ngerjain peer bahasa inggris?”
“Yah Sasha, malam minggu kok ngerjain peer? Mendingan pacaran sama Mas Anjar, iya nggak?” pancingku.
“Ah, Mas Anjar ini bisa aja godain Sasha..”
Sasha mencubit pahaku sekilas. Siir.. Wuih, kok rasanya begini. Gimana nih, aku kok kayak-kayak nafsu sama ini bocah. Waduh, penisku kok bangun yah?
“Mau nggak Mas, tolongin Sasha?”
“Ada upahnya nggak?”
“Iiih, dimintai tolong kok minta upah sih…”
Cubitan kecil Sasha kembali memburu di pahaku. Siiiir… kok malah tambah merinding begini ya?
“Kalau diupah sun sih Mas Anjar mau loh.” pancingku sekali lagi.
“Aah… Mas Anjar nakal deh…”
Sekali lagi Sasha mencubit pahaku. Kali ini aku menahan tangan Sasha biar tetap di pahaku. Busyet, gadis itu nggak nolak loh. Dia cuman diam sambil menahan malu.
“Ya udah, Sasha ambil bukunya trus ngerjain peernya di kamar Mas Anjar aja. Nanti tak bantu ngerjain peer, tak kasih bonus pelajaran pacaran mau?”
Cerita Panas – Gadis itu cuman senyum saja kemudian masuk rumah induk. Asyik… pasti deh dia mau. Benar saja, nggak sampai dua menit aku sudah bisa menggiringnya ke kamar kostku.
Kami terpaksa duduk di ranjang yang cuman satu-satunya di kamar itu. Pintu sudah aku tutup, tapi nggak aku kunci. Aku sengaja nggak segera membantunya ngerjain peer, aku ajak aja dia ngobrol.
“Sudah bilang sama Dea kalo kamu kemari?”
“Iya sudah, aku bilang ke tempat Mas Anjar.”
“Trus si Dea gimana? Nggak marah?”
“Ya enggak, ngapain marah.”
“Sendirian dong dia?”
“Mas Anjar kok nanyain Dea mulu sih? Sukanya sama Dea ya?” ujar Sasha merajuk.
“Yee… Sasha marah. Cemburu ya?”
Sasha merengut, tapi sebentar sudah tidak lagi. Dibuka-bukanya buku yang dia bawa dari rumah induk.
“Sasha udah punya pacar belum?”tanyaku memancing.
“Belum tuh.”
“Pacaran juga belum pernah?”
“Katanya Mas Anjar mau ngajarin Sasha pacaran.” balas Sasha.
“Sasha bener mau?” Gayung bDeambut nih, pikirku.
“Pacaran itu dasarnya harus ada suka.” lanjutku ketika kulihar Sasha tertunduk malu. “Sasha suka sama mas Anjar?”
Sasha memandangku penuh arti. Matanya seakan ingin bDeaorak mengiyakan pertanyaanku. tapi aku butuh jawaban yang bisa didengar. Aku duduk merapat pada Sasha.
“Sasha suka sama Mas Anjar?” ulangku.
“Iya.” gumamnya lirih.
Bener!! Dia suka sama aku. Kalau gitu aku boleh…
“Mas Anjar mau ngesun Sasha, Sasha nurut aja yah…” bisikku ke telinga Sasha
Tanganku mengusap rambutnya dan wajah kami makin dekat. Sasha menutup matanya lalu membasahi bibirnya (aku bener-bener sorai).
Kemudian bibirku menyentuh bibirnya yang seksi itu, lembut banget. Kulumat bibir bawahnya perlahan tapi penuh dengan hasrat, nafasnya mulai berat. Lumatanku semakin cepat sambil sekali-sekali kugigit bibirnya.
Mmm..muah… kuhisap bibir ranum itu.
“Engh.. emmh..” Sasha mulai melenguh.
Nafasnya mulai tak beraturan. Matanya terpejam rapat seakan diantara hitam terbayang lidah-lidah kami yang saling bertarung, dan saling menggigit.
Tanganku tanpa harus diperintah sudah menyusup masuk ke balik kaos ketatnya. Kuperas-peras payudara Sasha penuh perasaan. ereksiku semakin menyala ketika gundukan hangat itu terasa kenyal di ujung jari-jariku.
Bibirku merayap menyapu leher jenjang Sasha. Aku cumbui leher wangi itu. Kupagut sambil kusedot perlahan sambil kutahan beberapa saat. Gigitan kecilku merajang-rajang birahi Sasha.
“Engh.. Masss… jangan… aku uuuh…”
Ketika kulepaskan maka nampaklah bekasnya memerah menghias di leher Sasha.
“Dea… kaosnya dilepas ya sayang…”
Gadis itu hanya menggangguk. Matanya masih terpejam rapat tapi bibirnya menyunggingkan senyum. Nafasnya memburu. Sambil menahan birahi, kubuka keempat kancing kaos Sasha satu dengan tangan kananku.
Sedang tangan kiriku masih terus meremas payudara Sasha bergantian dari balik kaos. Tak tega rasanya membiarkan Sasha kehilangan kenikmatannya.
Jemari Sasha menggelitik di dada dan perutku, membuka paksa hem lusuh yang aku kenakan. Aku menggeliat-geliat menahan amukan asmara yang Sasha ciptakan.
Kaos pink Sasha terjatuh di ranjang. Mataku melebar memandangi dua gundukan manis tertutup kain pink tipis. Kupeluk tubuh Sasha dan kembali kuciumi leher jenjang gadis manis itu, aroma wangi dan keringatnya berbaur membuatku semakin bergairah untuk membuat hiasan-hiasan merah di lehernya.Perlahan-lahan kutarik pengait BH-nya, hingga sekali tarik saja BH itupun telah gugur ke ranjang. Dua gundukan daging itupun menghangat di ulu hatiku.
Kubaringkan perlahan-lahan tubuh semampai itu di ranjang. Wow… payudara Sasha (yang kira-kira ukuran 34) membengkak. Ujungnya yang merah kecoklatan menggairahkan banget. Beberapa kali aku menelan ludah memandangi payudara Sasha. Ketika merasakan tak ada yang kuperbuat, Sasha memicingkan mata.
“Dea… adekmu udah gede banget Dea…”
“Udah waktunya dipetik ya mass…”
“Ehem, biar aku yang metik ya Dea…”
Aku berada di atas Sasha. Tanganku segera bekerja menciptakan kenikmatan demi kenikmatan di dada Sasha.
Putar… putar.. kuusap memutar pentel bengkak itu.
“Auh…Mass.. Aku nggak tahan Mass… kayak kebelet pipis mas..” rintih Sasha.
Tak aku hiraukan rintihan itu. Aku segera menyomot payudara Sasha dengan mulutku.
“Mmmm… suuup… mmm…” kukenyot-kenyot lalu aku sedot putingnya.
“Mass… sakiit…” rintih Sasha sambil memegangi vaginanya.
Sekali lagi tak aku hiraukan rintihan itu. Bagiku menggilir payudara Sasha sangat menyenangkan. Justru rintihan-rintihan itu menambah rasa nikmat yang tercipta.
Tapi lama kelamaan aku tak tega juga membuat Sasha menahan kencing. Jadi aku lorot saja celananya. Dan ternyata CD pink yang dikenakan Sasha telah basah.
“Sasha kencing di celana ya Mass?”
“Bukan sayang, ini bukan kencing. Cuman lendir vaginamu yang cantik ini.”
Sasha tertawa mengikik ketika telapak tanganku kugosok-gogokkan di permukaan vaginanya yang telah basah. Karena geli selakangnya membuka lebar. Vaginanya ditumbuhi bulu lebat yang terawat. Lubang kawin itu mengkilap oleh lendir-lendir kenikmatan Sasha. Merah merona, vagina yang masih perawan.
Tak tahan aku melihat ayunya lubang kawin itu. Segera aku keluarkan penisku dari sangkarnya. Kemudian aku jejalkan ke pangkal selakangan yang membuka itu.
“Tahan ya sayang…engh..”
“Aduh… sakiiit mass…”
“Egh… rileks aja….”
“Mas… aah!!!” Sasha menjambak rambutku dengan liar.
Slup… batang penisku yang perkasa menembus goa perawan Sasha yang masih sempit. Untung saja vagina itu berair jadi nggak terlalu sulit memasukkannya. Perlahan-lahan, dua centi lima centi masih sempit sekali.
“Aduuuh Masss… sakiiit…” rintih Sasha.
Aku hentakkan batang penisku sekuat tenaga.
“Jruub…”
Langsung amblas seketika sampai ujungnya menyentuh dinding rahim Sasha. Batang penisku berdenyut-denyut sedikit sakit bagai digencet dua tembok tebal.
Ujungnya tDeaentuh sesuatu cairan yang hangat. Aku tarik kembali penisku. Lalu masukkan lagi, keluar lagi begitu berkali-kali. Rasa sakitnya berangsur-angsur hilang.
Aku tuntun penisku bergoyang-goyang.
“Sakit sayang…” kataku.
“Enakkk…eungh…” Sasha menyukainya.
Ia pun ikut mengggoyang-goyangkan pantatnya. Makin lama makin keras sampai-sampai ranjang itu berdecit-decit. Sampai-sampai tubuh Sasha berayun-ayun. Sampai-sampai kedua gunung kembar Sasha melonjak-lonjak. Segera aku tangkap kedua gunung itu dengan tanganku.
“Enggh.. ahhh..” desis Sasha ketika tanganku mulai meremas-remasnya.
“Mass aku mau pipis…”
“Pipis aja Dea… nggak papa kok.”
“Aaach…!!!”
“Hegh…engh…”
“Suuur… crot.. crot.. ”
Lendir kawin Sasha keluar, spermaku juga ikut-ikutan muncrat. Kami telah sama-sama mencapai orgasme.
“Ah…” lega. Kutarik kembali penisku nan perkasa. Darah perawan Sasha menempel di ujungnya berbaur dengan maniku dan cairan kawinnya. Kupeluk dan kuciumi gadis yang baru memberiku kepuasan itu. Sashapun terlelap kecapaian.
Kreek… Pintu kamarku dibuka. Aku segera menengok ke arah pintu dengan blingsatan. Dea terpaku di depan pintu memandangi tubuh Sasha yang tergeletak bugil di ranjang kemudian ganti memandangi penisku yang sudah mulai melemas.
Tapi aku juga ikut terpaku kala melihat Dea yang sudah bugil abis. Aku tidak tahu tahu kalau sejak Sasha masuk tadi Dea mengintip di depan kamar.
“Dea? Ng… anu..” antara takut dan nafsu aku pandangi Dea.
Gadis ini lebih tua dua tahun diatas Sasha. Pantas saja kalau dia lebih matang dari Sasha. Walau wajahnya tak bisa menandingi keayuan Sasha, tapi tubuhnya tak kalah menarik dibanding Sasha, apalagi dalam keadaan full naked kayak gitu.
“Aku nggak akan bilang ke oom dan tante asal…”
“Asal apaan?”
Mata Dea sayu memandang ke arah Sasha dan penisku bergantian. Lalu dia membelai-belai payudara dan vaginanya sendiri. Tangan kirinya bermain-main di belahan vaginanya yang telah basah. Dea sengaja memancing birahiku.
Melihat adegan itu, gairahku bangkit kembali, penisku ereksi lagi. Tapi aku masih ingin Dea membarakan gairahku lebih jauh.
Dea duduk di atas meja belajarku. Posisi kakinya mekangkang sehingga vaginanya membuka merekah merah. Tangannya masih terus meremas-remas susunya sendiri. Mengangkatnya tinggi seakan menawarkan segumpal daging itu kepadaku.
“Mas Anjar.. sini.. ay…”
Aku tak peduli dia mengikik bagai perek. Aku berdiri di depan gadis itu.
“Ayo.. mas mainin aku lebih hot lagi..” pintanya penuh hasrat.
Aku gantiin Dea meremas-remas payudaranya yang ukuran 36 itu. Puting diujungnya sudah bengkak dan keras, tanda Dea sudah nafsu banget.
“Eahh.. mmhh…” rintihannya sexy sekali membuatku semakin memperkencang remasanku.
“Eahhh.. mas.. sakit.. enak….”
Dea memainkan jarinya di penisku. Mempermainkan buah jakarku membuatku melenguh keasyikan. “Dea… tanganmu nakal banget…”
Gadis itu cuman tertawa mengikik tapi terus mempermainkan senjataku itu. Karena gemas aku caplok susu-susu Dea bergantian. Kukenyot sambil aku tiup-tiup.
“Auh…”
Dea menekan batang penisku.
“Dea… sakit sayang” keluhku diantara payudara Dea.
“Habis dingin kan mas…” balasnya.
Setelah puas aku pandangi wajah Dea.
“Dea, mau jurus baru Mas Anjar?”
Gadis itu mengangguk penuh semangat.
“Kalau gitu Dea tiduran di lantai gih!”
Dea menurut saja ketika aku baringkan di lantai. Ketika aku hendak berbalik, Dea mencekal lenganku. Gadis yang sudah gugur rasa malunya itu segera merengkuhku untuk melumat bibirnya.
Serangan lidahnya menggila di ronga mulutku sehingga aku harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengimbanginya.
Tanganku dituntunnya mengusap-usap lubang kelaminnya. Tentu saja aku langsung tanggap. Jari-jariku bermain diantara belantara hitam nan lebat diatas bukit berkawah itu. “Mmmm… enghh…”
Kami saling melenguh merasakan sejuta nikmat yang tercipta.
Cerita Dewasa – Aku ikut-ikutan merebah di lantai. Aku arahkan Dea untuk mengambil posisi 69, tapi kali ini aku yang berada di bawah. Setelah siap, tanpa harus diperintah Dea segera membenamkan penisku ke dalam mulutnya (aku jadi berpikiran kalau bocah ini sudah berpengalaman).
Dea bDeaemangat sekali melumat penisku yang sejak tadi berdenyut-denyut nikmat. Demikian juga aku, begitu nikmatnya menjilati lendir-lendir di setiap jengkal vagina Dea, sedang jariku bermain-main di kedua payudaranya.
Srup srup, demikian bunyinya ketika kusedot lendir itu dari lubang vagina Dea. Ukuran vagina Dea sedikit lebih besar dibanding milik Sasha, bulu-bulunya juga lebih lebat milik Dea. Dan klitorisnya… mmm… mungil merah kenyal dan mengasyikkan. Jadi jangan ngiri kalo aku bener-bener melumatnya dengan lahap.
“Ngngehhh…uuuhh..” lenguh Dea sambil terus melumat senjataku.
Sedang lendir kawinnya keluar terus.
“Deas… isep sayang, iseppp…” kataku ketika aku merasa mau keluar.
Dea menghisap kuat-kuat penisku dan crooott… cairan putih kental sudah penuh di lubang mulut Dea. Dea berhenti melumat penisku, kemudian dia terlentang dilantai (tidak lagi menunggangiku). Aku heran dan memandangnya.
“Aha…” ternyata dia menikmati rasa spermaku yang juga belepotan di wajahnya, dasar bocah gemblung.
Beberapa saat kemudian dia kembali menyerang penisku. Mendapat serangan seperti itu, aku malah ganti menyerangnya. Aku tumbruk dia, kulumat bibirnya dengan buas. Tapi tak lama Dea berbisik,
“Mas.. aku udah nggak tahan…”
Sambil berbisik Dea memegangi penisku dengan maksud menusukannya ke dalam vaginanya.
Aku minta Dea menungging, dan aku siap menusukkan penisku yang perkasa. penisku itu makin tegang ketika menyentuh bibir vagina. Kutusuk masuk senjataku melewati liang sempit itu.
“Sakit Mas…”
Sulitnya masuk liang kawin Dea, untung saja dindingnya sudah basah sejak tadi jadi aku tak terlalu ngoyo.
“Nggeh… dikit lagi Dea…”
“Eeehhh… waaa!!”
“Jlub…” 15 centi batang penisku amblas sudah dikenyot liang kawin Dea. Aku diamkan sebentar lalu aku kocok-kocok seirama desah nafas.
“Eeehh… terus mass… uhh…”
Gadis itu menggeliat-geliat nikmat. Darah merembes di selakangnya. Entah sadar atau tidak tangan Dea meremas-remas payudaranya sendiri.
Lima belas menit penisku bermain petak umpet di vagina Dea. Rupaya gadis itu enggan melepaskan penisku. Berulang-ulang kali spermaku muncrat di liang rahimnya.
Merulang-ulang kali Dea menjerit menandakan bahwa ia berada dipucuk-pucuk kepuasan tertinggi. Hingga akhirnya Dea kelelahan dan memilih tidur terlentang di samping Sasha.
Capek sekali rasanya menggarap dua daun muda ini. Aku tak tahu apa mereka menyesal dengan kejadian malam ini.
Yang pasti aku tak menyesal perjakaku hilang di vagina-vagina mereka. Habisnya puas banget. Setidaknya aku bisa mengobati kekecewaanku kepada Rere.
Malam makin sepi. Sebelum yang lain pada pulang, aku segera memindahkan tubuh Sasha ke kamarnya lengkap dengan pakaiannya.
Begitu juga dengan Dea. Dan malam ini aku sibuk bergaya berpura-pura tak tahu-menahu dengan kejadian barusan. Lagipula tak ada bukti, bekas cipokan di leher Sasha sudah memudar.




Poker Uang Asli Pokersuperman.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar